Wednesday, April 24, 2013

JOGLO


Rumah joglo merupakan bangunan arsitektur tradisional jawa tengah, rumah joglo mempunyai kerangka bangunan utama yang terdiri dari soko guru berupa empat tiang utama penyangga struktur bangunan serta tumpang sari yang berupa susunan balok yang disangga soko guru.
Susunan ruangan pada Joglo umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu ruangan pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah atau ruang yang dipakai untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit disebut pringgitan, dan ruang belakang yang disebut dalem atau omah jero sebagai ruang keluarga. Dalam ruang ini terdapat tiga buah senthong (kamar) yaitu senthong kiri, senthong tengah dan senthong kanan.
Terjadi penerapan prinsip hirarki dalam pola penataan ruangnya. Setiap ruangan memiliki perbedaan nilai, ruang bagian depan bersifat umum (publik) dan bagian belakang bersifat khusus (pribadi/privat). Uniknya, setiap ruangan dari bagian teras, pendopo sampai bagian belakang (pawon dan pekiwan) tidak hanya memiliki fungsi tetapi juga sarat dengan unsur filosofi hidup etnis Jawa. Unsur religi/kepercayaan terhadap dewa diwujudkan dengan ruang pemujaan terhadap Dewi Sri (Dewi kesuburan dan kebahagiaan rumah tangga) sesuai dengan mata pencaharian masyarakat Jawa (petani-agraris). Ruang tersebut disebut krobongan, yaitu kamar yang selalu kosong, namun lengkap dengan ranjang, kasur, bantal, dan guling dan bisa juga digunakan untuk malam pertama bagi pengantin baru (Widayat, 2004: 7). Krobongan merupakan ruang khusus yang dibuat sebagai penghormatan terhadap Dewi Sri yang dianggap sangat berperan dalam semua sendi kehidupan masyarakat Jawa.

LIMASAN




Limasan adalah salah satu rumah adat di jawa. Orang Jawa membuat rumah dengan kesadaran penuh terhadap kegunaan masing-masing pembentuk rumah tersebut, mulai dari pondasi hingga struktural penutup rumahnya. Mereka memberikan arti berdasarkan fungsi kegunaan benda-benda tersebut sebagai bagian dari rumah. Mulai dari pemilihan bahan hingga nama-nama setiap materialnya,  mempunyai arti yang sakral dan sangat jujur terhadap fungsi-fungsi kebaikan untuk kehidupan manusia.
Rumah Limasan memiliki sistim struktur knockdown yang sangat simple, sehingga sistim struktur tersebut masih dipakai sampai saat ini. Sambungan-sambungan kayu di perkuat dengan sistim sundhuk, sehingga kelenturan daya elastisitas material kayu dapat memberikan gerakan-gerakan tertentu, yang dapat meredam getaran atau goncangan akibat dari pergeseran tanah atau gempa bumi. Hal ini dimungkinkan,  karena mereka belajar dari nenek moyang terdahulu yang sudah merasakan bahaya gempa bumi terhadap bangunan. Pembelajaran sistim sederhana ini harus dilestarikan sebagai nilai sejarah dan nilai estetika struktur harus dikembangkan sebagai sistim-sistim yang lebih modern.
Rumah limasan biasanya terbuat dari Kayu Jati pilihan yang sudah benar-benar tua, sehingga serat kayu yang halus dan kuat dari unsur kayu jati ini dapat bertahan hingga ratusan tahun. Selain Kayu Jati, orang jawa biasa juga menggunakan Kayu Nangka, Akasia maupun Sonokeling sebagai  konstruksi utama rumah limasan ini.
Rumah Limasan asli peninggalan nenek moyang ini mungkin sekarang sudah jarang ditemui. Namun kita perlu melestarikan agar generasi penerus anak cucu kita kelak tidak kehilangan arah dan mengerti dari mana kita dahulu berasal.